BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Berlakang
Masih besarnya pangsa pengeluaran pangan sebagian besar masyarakat
berarti bobot inflasi kelompok pangan terhadap inflasi semakin besar. Apalagi
karakter produk pangan dengan nilai elastisitas permintaan danpenawaran yang
rendah menyebabkan besarnya fluktuasi harga pangan. Inflasi dan fluktuasinya
dapat mempengaruhi pasar uang kemudian akan mempengaruhi stabilitas ekonomi
makro. Stabilitas ekonomi makro merupakan jaminan bagi investor untuk
berinvestasi sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Pengalaman menunjukkan suatu pemerintah dapat berganti rezim akibat masalah
politik yang diikuti kelangkaan pangan di pasar dan meningkatnya laju inflasi.
Berdasarkan hal itu, keterkaitan aspek harga pangan dan inflasi merupakan isu
penting.
faktor moneter yang menyebabkan inflasi adalah peningkatan
penawaran uang melebihi peningkatan permintaan uang, yang disebabkan oleh
defisit pemerintah, pengembangan kredit olehsistem perbankan, dan surplus
neraca pembayaran yang disebabkan oil booming dan
bantuan asing; dan faktor yang disebabkan oleh cost push
inflation adalah meningkatnya harga-harga komoditas utama di pasar
domestic seperti bahan bakar minyak, beras, dll.Fenomena produk
pangan di atas menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen
domestic dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu
mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai
tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara, dalam konteks
ini adalah stabilitas harga pangan yang dapat dilakukan melaluikebijakan harga
pangan.
salah satu tujuan kebijakan harga pangan adalah
menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan
menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat
makro. Masalahnya adalah apakah intervensi kebijakan pemerintah berupa
kebijakan pangan dapat menyebabkan kestabilan ekonomi makro atau sebaliknya
justru menyebabkan ketidakstabilan ekonomi makro. Karena kebijakan harga
membutuhkan dana, yang dimasa lalu bersumber dari uang segar (fresh money)
dari Bank Indonesia, sehingga mempengaruhi penawaran uang atau melalui
pengeluaran pemerintah. Bagi Indonesia sebagai Negara yang berbasis pertanian
dengan jumlah penduduk yang besar, fenomena tersebut harus mendapat perhatian
dan diantisipasi. Secara konsep teoritis, kebijakan harga pangan mampu
mengendalikan kestabilan ekonomi makro. Sebaliknya, jika kebijakan harga pangan
yang mempengaruhi penawaran uang dan pengeluaran pemerintah, tanpa kendali
dapat juga menyebabkan ketidakstabilan ekonomi makro.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pangan
Menurut Undang-undang No
7 tahun 1996 yang mengatur tentang pangan (Pemerintah Republik Indonesia,1996),
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan atau minuman. Karena berkaitan dengan kebijakan harga pangan
dan tidak semua komoditas pangan melibatkan pemerintah dalam bentuk kebijakan
harga pangan maka tidak semua komoditas pangan akan dianalisis. Untuk itu
digunakan kelompok pangan utama yang ada kaitannya dengan program kebijakan
harga pangan.
2.2 Kebijakan Harga
Pangan
Salah satu tujuan
kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar mengurangi
ketidakpastian usahatani, serta menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen
dan stabilitas harga di tingkat makro. Selanjutnya dikatakan, kebijakan harga
pertanian dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan
perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi
langsung. Secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui
kebijakan pemasaran output dan kebijakan input. Kebijakan input antara lain
berupa subsidi harga sarana produksi yang diberlakukan pemerintah terhadap
pupuk, benih, pestisida, dan kredit.
Berdasarkan penyebabnya, kebijakan stabilisasi
harga atau stabilisasi harga dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan harga
pangan, yaitu kebijakan harga dasar (floor price) dan kebijakan harga
tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan ketidakseimbangan
pasar sehingga diperlukan kebijakan pendukung, yaitu melakukan stok atau ekspor
saat kebijakan harga dasar ditetapkan dan melakukan operasi pasar saat
kebijakan harga atap ditetapkan.
Dari berbagai bentuk
kebijakan yang ada, konsep kebijakann harga yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kebijakan harga input-ouput yang terdiri dari subsidi harga input,
subsidi kredit pengadaan input, subsidi pengadaan pangan, dan subsidi kredit pengadaan
pangan. Ukuran yang digunakan adalah jumlah dana (milyar rupiah) yang digunakan
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
2.3 Pengendalian Inflasi
dan Pertumbuhan Ekonomi
Dengan mengetahui
penyebab inflasi, dapat dijadikan dasar untuk mengendalikan inflasi dalam
bentuk target inflasi untuk menjaga stabilitas ekonomi. Brooks dalam Debelle
menunjukkan bahwa Negara yang melakukan target inflasi, rata-rata tingkat
inflasi dan keragamannya telah menurun secara substansial dan pertumbuhan
outputnya menjadi lebih tinggi dengan keragaman inflasi dan output yang lebih
rendah. Kondisi perekonomian seperti ini lebih baik dari kondisi sebaliknya.
Di Indonesia kebijakan
target inflasi diawali tahun 1999 dan hasil analisis CSIS (berbagai terbitan),
menunjukkan target inflasi Bank Indonesia untuk tahun 2000 - 2002 tidak dapat
tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan uang,
kondisi politik yang tidak pasti, dan adanya musim kemarau yang menyebabkan
naiknya harga bahan makanan. Di Negara maju, harga bahan makanan dan situasi
politik, sudah tidak signifikan mempengaruhi target inflasi, kecuali
faktor-faktor moneter.
Pada periode 1970-1979 sumbangan bahan makanan
dalam inflasi mencapai 57,47 persen dan menurun menjadi 31.17 persen pada
periode tahun 1990-1998. Hal ini mengindikasikan pembangunan pertanian dan
kebijakan pendukungnya berhasil meredam peningkatan harga bahan pangan sehingga
tidak lagi menjadi sumber penyebab utama inflasi seperti pada periode 1960 –
1970. Namun karena kuatnya hubungan harga beras terhadap komoditas lain, maka
stabilisasi harga beras tetap menjadi bagian strategis dari stabilisasi ekonomi
(PSE, 2003).
Menurut Gunawan,
ketatnya pengaturan harga pangan di Indonesia menyebabkan berkurangnya
ketidakstabilan ekonomi makro. Hal yang sama terjadi di beberapa negara,
seperti yang disitir maupun yang dihasilkan dari studi
Kannapiran menunjukkan skim stabilitas harga komoditas dapat
mengurangi instabilitas ekonomi makro, tetapi pada beberapa hasil penelitian
ada yang menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of
payment dan stabilitas moneter. Hal itu disebabkan kebijakan
stabilitas harga tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap manajemen
ekonomi makro. Penelitian menunjukkan bahwa laju inflasi dipengaruhi
oleh harga riil beras eceran, peningkatan harga dasar gabah lebih menguntungkan
petani padi, konsumen beras tetap diuntungkan (ketahanan pangan meningkat), dan
stabilitas ekonomi makro terjaga (pertumbuhan ekonomi meningkat, pengangguran
berkurang dan inflasi mengalami penurunan), serta partai politik dan pemerintah
diuntungkan karena faktor politik (ketahanan nasional) mengalami penguatan,
sedangkan peningkatan subsidi pupuk berdampak positif meningkatkan penggunaan
pupuk, produktivitas padi, produksi dan penawaran beras, pendapatan usahatani
dan konsumsi beras, serta berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi makro
dan stabilitas politik.
2.4 Indikator dan
Stabilitas Ekonomi Makro
Indikator ekonomi makro
yang dimaksud disini adalah inflasi, kesempatan kerja, pertumbuhan
ekonomi, dan neraca perdagangan (proksi dari neraca pembayaran) yang merupakan
indikator kunci. Variabel ekonomi makro tersebut saling terkait melalui pasar
barang, pasar uang, pasar tenaga kerja, serta pasar saham yang membentuk
keseimbangan internal (macro equilibrium) dan keseimbangan eksternal (balance
of payment-BOP). Selain itu, variabel ekonomi makro lain yang diamati
adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga bank, penawaran uang,
dan investasi. Stabilitas ekonomi makro dapat dilihat dari pengaruh guncangan
kebijakan harga pangan atau variabel ekonomi makro lainnya terhadap variable
kunci indikator ekonomi makro.
Jika suatu guncangan menimbulkan fluktuasi
yang besar pada variabel ekonomi makro, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi
makro rentan terhadap guncangan tersebut. Sebaliknya, jika dampaknya
menimbulkan fluktuasi yang kecil, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro
stabil. Ukuran yang digunakan dalam mengukur stabilitas dalam studi ini adalah
dampak guncangan/shock terhadap: (1) perbedaan nilai awal dan akhir
variabel endogen, (2) besarnya variasi yang dilihat dari amplitudo fluktuasi
variabel endogen, dan (3) panjangnya waktu fluktuasi variabel endogen untuk
mencapai pada keseimbangan baru, serta (4) koefisien variasi. Suatu guncangan
dapat menyebabkan keseimbangan baru, kondisinya meningkat, tetap, atau menurun
dari kondisi keseimbangan saat awal guncangan.
Tujuan utama
kebijakan harga pangan adalah untuk menjaga stabilitas harga pangan agar
tingkat inflasi dapat dikendalikan. Selanjutnya tingkat inflasi mempengaruhi
suku bunga di pasar uang. Kemudian suku bunga mempengaruhi investasi di pasar
barang. Inflasi juga mempengaruhi permintaan tenaga kerja di pasar tenga kerja
dan seterusnya ada keterkaitan antara variable ekonomi makro, sehingga terjadi
keseimbangan. Adanya keterkaitan antara variabel secara simultan yang saling
mempengaruhi maka hubungan diantaranya lebih tepat jika dispesifikasi dalam
model VAR (Vector Autoregressive). Bentuk umum model VAR sesuai dengan
ordo optimal hasil uji Likelihood Ratio sebanyak k adalah:
Dengan model VAR, semua
variabel harus memenuhi syarat stationer. Jika syarat itu terpenuhi, model
tersebut hanya dapat melihat isu jangka pendek. Untuk memperoleh isu jangka
panjang dan jangka pendek, pendekatan alternatifnya adalah model VECM (Vector
Error Correction Model). Dengan kata
lain, pendekatan VAR
harus dikombinasikan dengan VECM Menurut Ward dan Siregar rumus umum model VECM
adalah:
dimana:
Vektor kointegrasi (ß’)
menunjukkan hubungan jangka panjang terhadap variabel yang akan dianalisis.
Vektor kointegrasi ini dapat ditunjukkan dalam bentuk matriks kointegrasi
berdasarkan banyaknya persamaan jangka panjang yang dihasilkan pada pengujian
kointegrasi. Hasil pendugaan VECM digunakan untuk memperoleh inovasi informasi
dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan tingkat perubahan tertentu.
2.5 Dampak
Kebijakan dan Keseimbangan Ekonomi Makro
Variabel ekonomi makro
yang menjadi isu utama adalah pertumbuhan output, laju inflasi, pengangguran,
dan neraca pembayaran. Variabel ekonomi makro tersebut saling terkait melalui
pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja, dan pasar saham yang membentuk keseimbangan
internal (macro equilibrium) dan keseimbangan eksternal. Jika terjadi
kegagalan panen pada suatu negara dimana kontribusi pengeluaran pangan
masyarakatnya lebih tinggi dari pengeluaran nonpangan, akan memberikan efek
pada ekonomi makro. Gagal panen cenderung akan meningkatkan harga pangan.
Dengan asumsi hanya terdapat dua sektor dalam ekonomi, pangan dan nonpangan,
harga pangan akan meningkat dari P0 P dan P1 P. Ini berimplikasi pengeluaran
untuk pangan meningkat dan akan berimbas ke sektor nonpangan berupa penurunan
harga dan inflasi akan meningkat (Gambar 1). Sebaliknya, jika ada kenaikan
produksi pangan. Dengan demikian, fluktuasi panen akan menyebabkan
instabilitas, baik bagi konsumen beras, petani padi, maupun produsen
manufaktur. Dalam kasus gangguan suplai positif dan ada intervensi pemerintah,
agar tidak terjadi penurnan harga ekses suplai tersebut perlu dikumpulkan.
Pengumpulan pangan tersebut membutuhkan dana. Sebelum tahun 1999, digunakan
dana Bank Indonesia (BI). Ada dua kebijakan berbeda yang mungkin dijalankan
terhadap uang yang digunakan untuk menahan dan/atau mendistribusikan suplai
pangan. Kemungkinan pertama, tidak ada “sterilisasi”. Pembelian excess
supply menggunakan dana BI akan meningkatkan suplai uang dan level
harga agregat.
Kemungkinan kedua, BI
melakukan sterilisasi terhadap perubahan pada suplai uang yang
digunakan untuk mengumpulkan dan/atau mendistribusikan suplai beras. Jika ini
dilakukan berdasarkan satu untuk satu, hasilnya adalah sterilisasi sempurna.
Dalam skenario ini, surplus panen tidak menyebabkan peningkatan suplai uang dan
level harga agregat. Pada kondisi pemerintah melakukan intervensi tanpa
sterilisasi dan ekonomi dalam keadaan tertutup, berarti BI menambah penawaran
uang ke pasar dan akan mempengaruhi keseimbangan di pasar uang. Meningkatnya
penawaran uang pada tingkat harga tetap, akan menyebabkan kurva penawaran MS/P
bergeser ke kanan dari MS0/P0 ke MS1/P0 (Gambar 2a). Pada tingkat harga yang
sama akan menyebabkan ekses penawaran uang sehingga meningkatkan permintaan
terhadap Bond. Pada penawaran Bond tetap maka harga Bond meningkat. Untuk memperoleh imbal hasil yang sama maka suku bunga Bond harus
menurun. Begesernya MS/P ke kanan, yang diikuti dengan menurunnya r dari r0 ke
r1, menyebabkan kurva LM juga bergeser ke kanan dari LM0 ke LM1 dan investasi
meningkat melalui pergerakan sepanjang kurva IS0, sehingga output meningkat
dari Y0 ke Y1 (Gambar 2b). Kenaikan output pada harga tetap di P0 menyebabkan
kurva AD bergeser ke kanan, dari AD0 ke AD1, yang menyebabkan ekses permintaan.
Ekses permintaan ini meningkatkan harga dari P0 ke P1 (Gambar 2c). Kenaikan P
dari P0 ke P1 menggeser keseimbangan di pasar uang sehingga MS1/P0 bergeser ke
kiri atas menjadi MS1/P1. Hal ini menyebabkan kurva LM1 bergeser ke kiri atas
menjadi LM2. Pergeseran ini menaikkan suku bunga yang menyebabkan investasi
berkurang, sehingga output turun dari Y1 ke Y2 dan terjadi keseimbangan.
Di pasar tenaga kerja,
kenaikan harga dari P0 ke P1 menyebabkan pengusaha meningkatkan produksi sehingga
butuh tenaga kerja lebih banyak yang ditunjukkan oleh bergesernya kurva WD ke
kanan atas, dari WD0 ke WD1. Dengan menggunakan asumsiKeynessian (p<1),
peningkatan permintaan tenaga kerja tersebut direspon oleh tenaga kerja dengan
menawarkan tenaga kerja lebih rendah yang ditunjukkan oleh bergesernya kurwa WS
ke kiri atas, namun pergeserannya lebih kecil dari pergeseran WD (Gambar 3b).
Keseimbangan makro baru terjadi pada tingkat output Y2, harga P1, suku bunga
r2, dan tenaga kerja N2. Intervensi pemeritah dengan adanya kelebihan produksi
tanpa sterilisasi pada perekonomian tertutup menyebabkan pertumbuhan ekonomi
yang diikuti oleh meningkatnya inflasi, penurunan suku bunga, dan meningkatnya
kesempatan kerja.
Dari uraian di atas
dapat dilihat bahwa gangguan panen atau panen raya dapat mempengaruhi kondisi
ekonomi makro melalui berbagai jalur, di antaranya melalui inflasi, suku bunga
bank, pertumbuhan ekonomi, investasi, kurva produksi agregat, dan penawaran
uang. Untuk mengantisipasi dampak
gangguan panen atau
panen raya terhadap stabilitas ekonomi makro pemerintah melakukan kebijakan
harga pangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Baik jangka pendek
maupun jangka panjang, kebijakan harga pangan
yang merupakan kebijakan
harga input-output menyebabkan PDB kontraksi dan inflasi, namun tidak
menyebabkan naiknya tingkat pengangguran. Walaupun menyebabkan kontraksi
ekonomi dan inflasi, kebijakan harga pangan secara relatif tidak menyebabkan
instabilitas ekonomi makro dibandingkan kebijakan moneter. Kebijakan moneter
awalnya meningkatkan inflasi, namun pada triwulan kedua setelah kebijakan mampu
menurunkan inflasi. Penurunan inflasi tersebut menyebabkan perekonomian
mengalami kontraksi sehingga meningkatkan angka pengangguran.
Implikasi Kebijakan
Kontraksi PDB dan inflasi (stagflasi) yang terjadi akibat guncangan kebijakan
harga pangan karena kebijakan ini menggunakan dana KLBI dan masih didukung
dengan pengadaan pangan impor.
Akibatnya, neraca perdagangan defisit, PDB kontraksi, dan inflasi
meningkat. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang sebaiknya kebijakan harga
pangan dilakukan dengan dukungan produksi pangan dalam negeri. Namun
demikian, kebijakan impor pangan masih tetap diperlukan pada batas-batas
tertentu, misalnya pada saat
produksi dan stok pangan
tidak mencukupi, serta untuk menghindari munculnya spekulasi yang melakukan
penimbunan stok pangan. Ketidakmampuan kebijakan moneter menurunkan angka
pengangguran
tapi mampu menurunkan
inflasi dan di sisi lain kebijakan harga pangan
menyebabkan inflasi
tetapi mampu menurunkan angka pengangguran, membuktikan bahwa setiap kebijakan
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Oleh sebab itu, suatu kebijakan dengan kebijakan
yang lain harus saling mendukung.
Daftar Pustaka
1.
Epsdin. 2008. ”Mengatasi Kenaikan Harga Pangan”,
(Online), (http://epsdin.wordpress.com/2008/02/23/mengatasi-kenaikan-harga-pangan/ ).
2.
Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro &
Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia.
3.
http://notcupz.blogspot.com/2011/05/dampak-kebijakan-harga-pangan-dan.html
No comments:
Post a Comment