Saturday, 16 June 2012

konsep ilmu budaya dasar dalam kesusastraan


Ilmu budaya dasar itu sendiri merupakan pengetahuan tentang perilaku dasar-dasar dari manusia, yang mempelajari konsep – konsep dasar mengenai permasalahan manusia dan kebudayaan. Sedangkan kesusastraan itu sendiri yaitu sebuah hasil dari kreativitas manusia yang diekspresikan melalui sebuah tulisan, gerakan, gambar ataupun bahasa yang memiliki suatu nilai keindahan.
Dari pengertian tersebut, kita mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang konsepsi ilmu budaya dasar dalam kesusastraan. Ilmu Budaya Dasar yang akan kita bahas pada kali ini berkaitan dengan budaya yang ada dalam keseharian dan budaya bangsa. Hal ini tentunya sangat baik jika kita pelajar, karna kita akan mendapatkan ciri dari manusia yang baik dalam bermasyarakat. Dari semua itu intinya adalah mempelajari masalah manusia dan kebudayaan. Contohnya saja dalam bidang kesenian, seni adalah suatu ekspresi dari jiwa manusia. Segala kebebasan hasil karya dari manusia bebas dituangkan dalam ekspresi seni. Seni lebih berbicara banyak dalam kebudayaan, bahkan budaya dapat menggambarkan ciri dari suatu bangsa yang bermartabat. Maka dapat kita simpulkan bahwa hubungan antara konsep ilmu budaya dasar dan kesusastraan adalah suatu hal yang tidak dipisahkan satu sama lain. Karena sebenarnya sastra (seni) termasuk unsur dari kebudayaan. Contoh lainnya yaitu bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.  Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun bahasa sastra sebenarnya abstrak. Contohnya saja seni tari yang menggunakan bahasa tubuh yang masih perlu dijabarkan.

“Karya sastra Indonesia sulit menembus pasar luar negeri terutama Amerika Serikat dan Eropa.” Ini sepertinya, pertanda bahwa sastrawan Indonesia harus berbenah. Sastrawan Indonesia ke depan harus meningkatkan mutu. Sehingga kualitas karya betul-betul mumpuni dan dilirik pasar internasional yang memang super ketat. Novel-novel penulis Indonesia selayaknya sudah ada di rak-rak took buku di Amerika. Bukankah persoalan kemajemukan dan keberagaman masyarakat Indonesia menjadi santapan yang sangat menarik bagi pembaca-pembaca asing. Berbenah untuk terus meningkatkan kualitas produk serta tidak berpuas diri dengan pencapaian-pencapaian yang didapat. Apalagi kalau terlalu sibuk dengan menarsiskan diri. Berbenah untuk tidak malas menambah referensi-referensi bacaan terutama bacaan dari luar. Berbenah untuk bangkit dan menjajal pasar-pasar luar negeri. Ketidakmampuan karya-karya sastrawan Indonesia bersaing di pasar luar negeri tidak hanya persoalan mutu produk, namun juga belum adanya dukungan kemampuan penerjemah yang bagus. Tetapi, logikanya jika sebuah karya sudah dinilai bagus bahkan sangat bagus, bukankah penerjemah-penerjemah bermutu akan berburu untuk menerjemahkannya? Itu adalah persoalan sastra Indonesia secara umum? Tentu kita tidak boleh berpuas diri hanya sampai di situ. Pertanyaannya, adakah jaminan mereka akan terus berkarya? Terus eksis dalam menulis sastra? Hal tersebutlah yang seharusnya perlu dicemaskan. Eksistensi dan peningkatan diri. Tidak hanya berpuas dengan pencapaian, terlalu tinggi memandang diri sendiri, sehingga jatuh ke lembah kesombongan. 
Maka dari itu kita harus tetap percaya diri dalam meningkatkan konsep ilmu budaya dasar kesusastraan di Indonesia ini.

No comments:

Post a Comment